Banjarmasin adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota provinsi Kalimantan (1945–1956) dan provinsi Kalimantan Selatan (1956–2022). Kota Banjarmasin yang dijuluki Kota Seribu Sungai ini memiliki wilayah seluas 98,46 km² yang wilayahnya merupakan delta atau kepulauan yang terdiri dari sekitar 25 buah pulau kecil (delta) yang dipisahkan oleh sungai-sungai di antaranya Pulau Tatas, Pulau Kelayan, Pulau Rantauan Keliling, Pulau Insan, Pulau Kembang, Pulau Bromo dan lain-lain.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021,
Kota Banjarmasin memiliki penduduk sebanyak 672.343 jiwa dengan kepadatan 6.829
jiwa/km².Wilayah metropolitan Banjarmasin yaitu Banjar
Bakula memiliki penduduk sekitar 1,9 juta jiwa.
Kerajaan
Banjar
Kota Banjarmasin sebelum tahun 1526 adalah nama
kampung yang terletak di bagian utara muara Sungai Kuin,
yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan saat
ini. Banjarmasin berasal dari kata Banjarmasih, nama asli Banjarmasin sebelum
dirobah nama oleh Belanda dari kata Banjarmasih. Dalam kontrak di abad ke-17
(tahun 1663) dengan VOC masih kita dapatkan istilah Bandzermasch (Banjarmasih).
Banjarmasih adalah nama suatu kampung di muara sungai Kuyin, sebuah anak sungai
Barito, Muara Kuyin terletak antara pulau Kembang dan pulau Alalak.
Kampung Banjar Masih terbentuk
oleh lima aliran sungai kecil, yaitu Sungai Sipandai, Sungai Sigaling, Sungai Keramat, Sungai Jagabaya dan Sungai Pangeran yang
semuanya bertemu membentuk sebuah danau. Kata Banjar berasal dari Bahasa Melayu yang berarti kampung atau
juga berarti berderet-deret sebagai letak perumahan kampung berderet sepanjang
tepian sungai. Pada abad ke-16, muncul Kerajaan Banjar Masih dengan raja
pertama Raden Samudera, seorang pelarian yang terancam keselamatannya oleh
pamannya Pangeran Tumenggung yang menjadi raja Kerajaan Negara Daha sebuah
kerajaan Hindu di
pedalaman (Hulu Sungai). Kebencian Pangeran Tumenggung
terjadi ketika Maharaja Sukarama masih
hidup berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang kelak menggantikannya
sebagai raja.
Raden Samudera sendiri adalah putra dari pasangan Puteri Galuh Intan Sari (anak
perempuan Maharaja Sukarama) dan Raden Bangawan (keponakan Maharaja Sukarama).
Atas bantuan Arya Taranggana, mangkubumi negara
Daha, Raden Samudera melarikan diri ke arah
hilir sungai Barito yang kala itu terdapat
beberapa kampung di antaranya kampung Banjar (disebut juga Banjar Masih).
Sekitar tahun 1520, Patih Masih (kepala Kampung
Banjar) dan para patih (kepala kampung) sekitarnya sepakat menjemput Raden
Samudera yang bersembunyi di kampung Belandean dan setelah berhasil
merebut Bandar Muara Bahan di daerah
Bakumpai, yaitu bandar perdagangan negara Daha dan memindahkan pusat
perdagangan ke pelabuhan Bandar (dekat
muara sungai Kelayan) beserta para penduduk dan pedagang, kemudian menobatkan
Raden Samudera menjadi raja dengan gelar Pangeran Samudera. Hal ini menyebabkan
peperangan dan terjadi penarikan garis demarkasi dan blokade ekonomi dari
pantai terhadap pedalaman.
Pangeran Samudera mencari bantuan militer ke
berbagai wilayah pesisir Kalimantan, yaitu Kintap, Satui, Swarangan, Asam Asam, Laut Pulo, Pamukan, Pasir, Kutai, Berau, Karasikan, Biaju, Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kota Waringin, Sukadana, Lawai dan Sambas.
Hal ini untuk menghadapi Kerajaan Negara Daha yang
secara militer lebih
kuat dan penduduknya kala itu lebih padat. Bantuan yang lebih penting adalah
bantuan militer dari Kesultanan
Demak yang hanya diberikan kalau raja dan penduduk memeluk
Islam. Kesultanan Demak dan majelis ulama Walisanga kala
itu sedang mempersiapkan aliansi strategis untuk menghadapi kekuatan
kolonial Portugis yang
memasuki kepulauan Nusantara dan sudah menguasai Kesultanan
Malaka.
Sultan
Trenggono mengirim seribu pasukan dan seorang penghulu Islam, yaitu Khatib Dayan yang
akan mengislamkan raja Banjar
Masih dan rakyatnya. Pasukan Pangeran
Samudera berhasil menembus pertahanan musuh. Mangkubumi Arya
Taranggana menyarankan rajanya daripada rakyat kedua belah pihak banyak yang
menjadi korban, lebih baik kemenangan dipercepat dengan perang tanding antara
kedua raja. Tetapi pada akhirnya Pangeran Tumenggung akhirnya bersedia
menyerahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera.
Dengan kemenangan Pangeran Samudera dan
diangkutnya rakyat negara
Daha (orang Hulu Sungai) dan penduduk Bandar Muara Bahan (orang
Bakumpai) maka muncullah kota baru, yaitu
Banjar Masih yang sebelumnya hanya sebuah desa yang berpenduduk
sedikit. Pada 24 September 1526 bertepatan
tanggal 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran
Samudera memeluk Islam dan
bergelar Sultan Suriansyah (1526-1550). Rumah Patih Masih dijadikan keraton,
juga dibangun paseban, pagungan, sitilohor (sitihinggil), benteng, pasar dan masjid (Masjid Sultan Suriansyah). Muara sungai Kuin ditutupi cerucuk (trucuk) dari pohon
ilayung untuk melindungi keraton dari serangan musuh. Di dekat muara sungai Kuin terdapat rumah syahbandar,
yaitu Goja Babouw Ratna Diraja seorang Gujarat.[9]
Kerajaan Banjar Masih berkembang pesat, Sultan
Suriansyah digantikan anaknya Sultan Rahmatullah 1550-1570, selanjutnya Sultan Hidayatullah 1570-1620 dan Sultan Musta'in Billah 1520-1620. Kota-kota yang
terkenal di pulau Kalimantan pada awal abad ke-18 adalah Borneo (Brunei City),
Ноrmata (Karimata), Marudo, Bendamarfin (Banjarmasin), dan Lava (Lawai). Untuk memperkuat
pertahanan terhadap musuh, Sultan Mustainbillah mengundang Sorang, yaitu panglima
perang suku Dayak Ngaju beserta sepuluh orang lainnya untuk tinggal di keraton.
Seorang masuk Islam dan menikah dengan adik sultan, kemungkinan dia adik dari
isteri Sultan, yaitu Nyai Siti Diang Lawai yang
berasal dari kalangan suku Biaju (Dayak Ngaju). Tahun 1596, Belanda merampas
2 jung lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan
Banten. Hal ini dibalas ketika ekspedisi Belanda yang
dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin tanggal 7 Juli 1607.
Pada tahun 1612, armada Belanda tiba
di Banjar Masih (Banjar Lama) untuk membalas atas ekspedisi tahun 1607. Armada
ini menyerang Banjar Masih dari arah pulau Kembang dan
menembaki keraton di sungai Kuin pusat pemerintahan Kesultanan
Banjar sehingga kota Banjar (kini Banjar Lama)
atau kampung Keraton dan sekitarnya hancur, sehingga ibu kota kerajaan dipindahkan
dari Banjar Masih ke Martapura. Walaupun ibu kota kerajaan telah dipindahkan tetapi
aktivitas perdagangan di pelabuhan Banjarmasin (kota Tatas) tetap ramai.
Menurut berita dinasti Ming tahun 1618 menyebutkan bahwa
terdapat rumah-rumah di atas air yang dikenal sebagai rumah Lanting (rumah
rakit) hampir sama dengan apa yang dikatakan Valentijn. Di Banjarmasin (kota
Tatas) banyak sekali rumah dan sebagian besar mempunyai dinding terbuat dari
bambu (bahasa Banjar: pelupuh)
dan sebagian dari kayu. Rumah-rumah itu besar sekali, dapat memuat 100 orang,
yang terbagi atas kamar-kamar. Rumah besar ini dihuni oleh satu keluarga dan
berdiri di atas tiang yang tinggi. Menurut Willy, kota Tatas (kini Banjarmasin
Tengah di sungai Martapura) terdiri dari 300 buah rumah. Bentuk rumah hampir
bersamaan dan antara rumah satu dengan lainnya yang dihubungkan dengan titian.
Alat angkutan utama pada masa itu adalah jukung atau perahu.
Selain rumah-rumah panjang di pinggir sungai
terdapat lagi rumah-rumah rakit yang diikat dengan tali rotan pada pohon besar
di sepanjang tepi sungai. Kota Tatas (kini Banjarmasin) merupakan sebuah
wilayah yang dikelilingi sungai Barito, sungai Kuin dan Sungai
Martapura seolah-olah membentuk sebuah pulau sehingga dinamakan
Pulau Tatas. Di utara Pulau Tatas adalah Banjar Lama (Kuin) bekas ibu kota
pertama Kesultanan Banjar, wilayah ini tetap menjadi wilayah Kesultanan Banjar
hingga digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860. Sedangkan pulau
Tatas dengan Benteng Tatas (Fort Tatas) menjadi pusat pemerintahan Hindia
Belanda yang sekarang menjadi pusat kota Banjarmasin saat ini. Nama
Banjarmasih, oleh Belanda lama kelamaan diubah menjadi Banjarmasin, namun nama
Banjarmasin biasanya mengaju kepada kota Tatas di sungai Martapura, sedangkan
nama Banjar Masih mengacu kepada Banjar Lama di sungai Kuin. Kota Banjarmasin
modern merupakan aglomerasi pulau Tatas (Kota Tatas), Kuin (Banjar Lama)
dan daerah sekitarnya.
Masa
Pendudukan Belanda
Kesultanan
Banjar dihapuskan Belanda pada tanggal 11 Juni 1860, merupakan wilayah
terakhir di Kalimantan yang masuk ke dalam Hindia
Belanda, tetapi perlawanan rakyat di pedalaman Barito baru berakhir
dengan gugurnya Sultan Muhammad Seman pada 24 Januari 1905. Kedudukan golongan
bangsawan Banjar sesudah tahun 1864, sebagian besar hijrah ke wilayah Barito mengikuti
Pangeran Antasari,
sebagian lari ke rimba-rimba, antara lain hutan Pulau Kadap Cinta Puri,
sebagian kecil dengan anak dan isteri dibuang ke Betawi, Bogor, Cianjur dan Surabaya,
sebagian mati atau dihukum gantung. Sementara sebagian kecil menetap dan
bekerja dengan Belanda mendapat ganti rugi tanah, tetapi jumlah ini amat
sedikit.
Tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas
(Banjarmasin bagian Barat) yang menjadi pusat Banjarmasin semenjak saat itu
hingga ditinggalkan Belanda tahun 1809. Tahun 1810 Inggris menduduki
Banjarmasin. dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1817. Daerah
Banjar Lama (Kuin) dan Banjarmasin bagian Timur masih tetap menjadi daerah
pemerintahan pribumi di bawah Sultan Banjar dengan pusat pemerintahan di
keraton Martapura (istana kenegaraan) hingga diserahkan pada tanggal 14 Mei
1826.
Pada tahun 1835, misionaris mulai beroperasi di
Banjarmasin. Tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibu kota Divisi
Selatan dan Timur Borneo. Saat itu, rumah Residen terletak di Kampung Amerong
berhadap-hadapan dengan Istana pribadi Sultan di Kampung Sungai Mesa yang
dipisahkan oleh sungai Martapura. Pulau Tatas yang menjadi daerah hunian orang
Belanda dinamakan kotta-blanda.
Ditetapkan dalam Staatblaad tahun
1898 no. 178, kota ini merupakan Onderafdeeling
Banjarmasin en Ommelanden (1898-1902), yang merupakan bagian
dari Afdeeling Bandjermasin en
Ommelanden (Banjarmasin dan daerah sekitarnya). Tahun 1918, Banjarmasin, ibu
kota Residentie
Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad.
Pada 1 Juli 1919, Deean gemeente mulai
berlaku beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing.
Pada tahun 1936, ditetapkan Ordonantie pembentukan Gouvernementen Sumatra, Borneo en de
Groote-Oost (Stbld. 1936/68). Borneo Barat dan Borneo Selatan-Timur
menjadi daerah Karesidenan dan sebagai Gouvernementen Sumatra, Borneo en de
Groote-Oost yang pusat pemerintahannya adalah Banjarmasin.[15]
Tahun 1937, otonomi kota
Banjarmasin ditingkatkan dengan Stads
Gemeente Banjarmasin karena Banjarmasin sebagai ibu kota Gouvernement Borneo.
Masa Pendudukan Jepang
Tanggal 16 Februari 1942, Jepang menduduki
Banjarmasin. Kemudian Jepang membentuk pemerintahan pendudukan bagi Borneo
& kawasan Timur di bawah Angkatan Laut Jepang.
Masa
Kemerdekaan Indonesia
Tanggal 17 September 1945, Jepang menyerah kepada
Sekutu (tentara Australia) yang memasuki Banjarmasin. Pada tanggal 1 Juli
1946, H. J. van Mook menerima
daerah Borneo en de Groote-Oost dari tentara pendudukan Sekutu dan menyusun
rencana pemerintahan federal melalui Konferensi
Malino (16-22 Juli 1946) dan Konferensi Denpasar (7-24 Desember 1946)
yang memutuskan pembentukan 4 negara bagian yaitu Jawa, Sumatra, Borneo
(Netherlands Borneo) dan Timur Besar (Negara Indonesia Timur), namun
pembentukan negara Borneo terhalang karena ditentang rakyat Banjarmasin.
Pada tahun 1946, Banjarmasin sebagai ibu kota Daerah Banjar satuan
kenegaraan sebagai daerah bagian dari Republik Indonesia Serikat. Kotapradja Banjarmasin
termasuk ke dalam Daerah Banjar, meskipun demikian Daerah Banjar tidak boleh
mencampuri hak-hak dan kewajiban rumah-tangga Kotapradja Banjarmasin dalam
daerahnya sendiri.
LETAK
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15' sampai 3°22'
Lintang Selatan dan 114°32' Bujur Timur, ketinggian tanah asli berada pada 0,16
m di bawah permukaan laut dan hampir seluruh wilayah digenangi air pada saat
pasang. Kota Banjarmasin berlokasi daerah kuala sungai
Martapura yang bermuara pada sisi timur Sungai Barito.
Letak Kota Banjarmasin nyaris di tengah-tengah Indonesia.
Kota ini terletak di tepian timur sungai Barito dan
dibelah oleh Sungai Martapura yang berhulu di Pegunungan Meratus. Kota Banjarmasin
dipengaruhi oleh pasang surut air laut Jawa,
sehingga berpengaruh kepada drainase kota
dan memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakat,
terutama pemanfaatan sungai sebagai salah satu prasarana transportasi
air, pariwisata, perikanan dan perdagangan.
Batas wilayah
Batas-batas wilayah Kota Banjarmasin adalah sebagai
berikut:
Penguasa Banjarmasin semula adalah patih (kepala
desa), setelah menjadi Kesultanan adalah Sultan Banjar, setelah perpindahan ibu
kota kerajaan ke Martapura, pelabuhan Banjarmasin di bawah otoritas Putera
Mahkota atau adik Sultan Banjar, dan setelah dikuasai Belanda, Banjarmasin di
bawah Residen Belanda.
Penguasa
Kota Banjarmasin:
1.
Patih Masih, kepala
kampung Banjarmasih (Kuin Utara)
2.
Sultan
Suriansyah, Sultan ke-1, berkedudukan di Kuin
3.
Sultan Rahmatullah, Sultan ke-2, berkedudukan
di Kuin
4.
Sultan Hidayatullah, Sultan ke-3, berkedudukan
di Kuin
5.
Sultan Mustain Billah, berkedudukan di
Kuin
6.
Sultan Agung,
berkedudukan di Sungai Pangeran
7.
Pangeran
Abdullah bin Sultan Muhammadillah, Putra Mahkota
8.
Pangeran Dupa, Putra Mahkota
9.
Jan van
Suchtelen (1747-1752), residen Belanda di Tatas
10. Bernard te Lintelo (1752-1757),
residen Belanda di Tatas
11. R. Ringholm (1757-1764), residen
Belanda di Tatas
12. Lodewijk
Willem de Lile (1760-1764), residen Belanda di Tatas
13. Willem Adriaan Palm (1764-1777),
residen Belanda di Tatas
14. Piter Waalbek (1777-1784),
residen Belanda di Tatas
15. Barend van der Worm (1784-1787),
residen Belanda di Tatas
16. Alexander
Hare (1812), Resident-Comissioner Inggris di Tatas
17. C. L. Hartmann
18. A. M. E. Ondaatje (1858), residen
Belanda di Banjarmasin.
19. I.N. Nieuwen Huyzen (1860),
residen Belanda di Tatas
20. C.C. Tromp. (mulai 11 November
1870).
1.
Ronggo
1876: Pangeran Toemenggoeng Tanoe Karsa
2. Ronggo 6 Agustus 1876-24 Maret
1893: Raden Toemenggoeng Soeria
Kasoema
21. C.A. Kroesen (1898),
residen Belanda di Tatas
1. Ronggo 24 Maret 1893-1906:
Kiahi Mas Djaja Samoedra
22. C.J. Van Kempen (1924),
residen Belanda di Tatas. Mulai tahun 1919 Banjarmasin memiliki Burgemester (Wali kota)
23. J. De Haan (1924-1929),
residen Belanda di Tatas
24. R. Koppenel (1929-1931),
residen Belanda di Tatas
25. W.G. Morggeustrom (1933-1937),
residen Belanda di Tatas
Asal Nama
Asal mula nama Kota Banjarmasin berasal dari
sejarah panjang Kota Banjarmasin. Pada saat itu dikenal nama Istilah
Banjarmasih. Sebutan ini diambil dari nama salah seoarang Patih yang sangat
berjasa dalam pendirian Kerajaan Banjar, yaitu Patih Masih, yang berasal dari
Desa Oloh Masih yang dalam bahasa Ngaju berarti orang Melayu atau Kampung Orang
Melayu. Desa Oloh Masih inilah yang kemudian menjadi Kampung Banjarmasih.
Patih Masih bersama dengan beberapa Patih lainnya
sepakat mengangkat Pangeran Samudera mejadi Raja. Pangeran Semudera ini adalah
seorang Putera Kerajaan Daha yang terbuang dan mengasingkan diri di desa
Oloh Masih. Sejak itu terbentuklah kerajaan Banjar. Pangeran Samudera kemudian
menaklukkan Muara Bahan dan kerajaan kecil lainnya serta jalur-jalur sungai
sebagai pusat perdagangan pada waktu itu.
Kemajuan kerajaan Banjar ini tentu saja mengusik
kekuasaan Pangeran Tumenggung, raja Daha yang juga Paman dari Pangeran
Samudera. Sehingga terjadi penyerbuan oleh Daha. Peperangan yang berlarut-larut
menyebabkan Pangeran Samudera terdesak, dan meminta Kerajaan Demak yang
merupakan kerajaan Islam pertama dan terbesar di Nusantara. Demak bersedia
membantu kerajaan Banjar, dengan syarat raja dan rakyatnya masuk Islam. Pengeran
Samudera setuju dan tentara Demak datang bersama Khatib Dayan yang kemudian
mengislamkan rakyat Banjar. Sejak itu Pangeran Samudera berganti nama menjadi
Sultan Suriansyah.
Dengan bantuan Demak, Banjar menyerbu Daha dan
mengalahkannya. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 24 Desember 1526, sehingga
tanggal tersebut dijadikan sebagai :
Hari kemenangan Pangeran Samudera, dan cikal bakal
Kerajaan Islam Banjar
Penyerahan kerajaan Daha kepada kerajaan Banjar.
Hari Jadi Kota Bandjarmasih sebagai ibukota kerajaan
baru yang menguasai sungai dan daratan Kalimantan Selatan.
Sampai dengan tahun 1664 surat-surat dari Belanda
ke Indonesia untuk kerajaan Banjarmasin masih menyebut Kerajaan Banjarmasin
dalam ucapan Belanda “Bandzermash”. Setelah tahun 1664 sebutan itu berubah
menjadi Bandjarmassin, dan pertengahan abad 19, sejak jaman jepang kembali
disebut Bandjarmasin atau dalam ejaan baru bahas Indonesia menjadi
Banjarmasin.
Nama lain kota Banjarmasin adalah kota Tatas
diambil dari nama pulau Tatas yaitu delta yang membentuk wilayah kecamatan
Banjarmasin Barat dan sebagian Banjarmasin Tengah yang dahulu sebagai pusat
pemerintahan Residen Belanda
Perjalanan Sejarah
§ 1526 : "Banjarmasih",
yang artinya perkampungan "Oloh Masih" (orang Melayu), dipimpin
kepala kampung berasal dari Sumatera yang bergelar Patih Masih.
§ 1526-1550 : Masa pemerintahan
Pangeran Samudera (Raja I) di Banjarmasin. Setelah mendapat dukungan Kesultanan
Demak untuk lepas dari Kerajaan Negara Daha.
§ 24 September 1526/6 Zulhijjah 932
H : Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah. Tanggal ini
dijadikan Hari Jadi Kota Banjarmasin, sekarang 480 tahun.
§ 1550-1570 : Masa pemerintahan
Sultan Rahmatullah (Raja II) di Banjarmasin
§ 1570-1620 : Masa pemerintahan
Sultan Hidayatullah (Raja III) di Banjarmasin
§ 1520-1620 : Masa pemerintahan
Sultan Musta'inbillah (Raja IV) di Banjarmasin hingga 1612.
§ 1596 : Belanda merampas 2 jung
lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
§ 7 Juli 1607 : Ekspedisi Belanda
dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin.
§ 1612 : Belanda menembak hancur
Banjar Lama (kampung Keraton) di Kuin, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan
dari Banjarmasin ke Martapura.
§ 1734-1759 : Masa pemerintahan
Sultan Tamjidillah I di Martapura.
§ 10 Sya'ban 1159 H : Renovasi dan
pembuatan Lawang Agung Masjid Sultan Suriansyah oleh Kiai Demang Astungkara di
masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I.
§ 27 Rajab 1296 H : Pembuatan
mimbar Masjid Sultan Suriansyah oleh Haji Muhammad Ali an-Najri.
§ 15 Muharram 1251 H/1825 : Undang
Undang Sultan Adam/UUSA 1825.
§ 1857-1859 : Pemerintahan Sultan
Tamjidillah yang ditetapkan Belanda menjadi raja Banjar menggantikan Sultan
Adam.
§ 1859 : Sultan Tamjidillah
diasingkan ke Bogor, Pangeran Mangkubumi Hidayat diasingkan ke Cianjur.
§ 1860 : Wilayah Kerajaan Banjar
dijadikan Afdeeling Bandjermasin dan Afdeeling Oloe Soengai.
§ 1900 : Soeara Borneo, didirikan
di Banjarmasin, menggunakan bahasa Melayu.
§ 1901 : Pewarta Borneo, terbit
menggunakan bahasa Melayu. Berdirinya perkumpulan sosial Seri Budiman.
§ 1904 : Budi Sempurna, perkumpulan
sosial yang didirikan Kiai Mohammad Zamzam.
§ 1906 : Sinar Borneo, terbit
menggunakan bahasa Melayu. Berdirinya perkumpulan Indra Buana.
§ 1907 : Pengharapan terbit
menggunakan bahasa Melayu.
§ 1916 : Al Madrasatul Arabiah dan
Al Waliah berdiri di Seberang Mesjid, Banjarmasin Tengah.
§ 1918 : Banjarmasin, ibukota
Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad.
§ 1 Juli 1919 : Deean gemeente
mulai berlaku beranggotakan 7 orang Eropa, 4 Bumiputra dan 2 Timur Asing.
§ 1923 : Nasional Borneo Kongres I.
Dunia Isteri, organisasi wanita Sarekat Islam dipimpin Ny. Masiah.
§ 1924 : Nasional Borneo Kongres II
§ 1926 : Surat kabar Bintang
Borneo(bahasa Melayu-China) dan Borneo Post (bahasa Belanda) dengan W. Schmid
sebagai redakturnya.
§ 1927 : Soeara Borneo, didirikan
oleh Hausman Baboe, bercorak nasional serta memuat berita-berita nasional.
§ 1929 : Persatuan Putera Borneo,
merupakan cabang dari Persatuan Pemuda Borneo Surabaya di Banjarmasin yang
dipengaruhi nasionalisme PNI Soekarno.
§ 1930 : Bendahara Borneo, nama
suatu usaha Studi Fonds di Banjarmasin yang anggotanya dari kaum pegawai.
§ 4 April 1935 : Gereja Dayak
Evangelis berdiri di Banjarmasin.
§ 1938 : Otonomi kota Banjarmasin
ditingkatkan dengan Stads Gemeente Banjarmasin.
§ 1942 : R. Mulder, walikota
Banjarmasin dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
§ Februari 1942 :Borneo Shimbun,
nama surat kabar yang diterbitkan Jepang untuk Kalimantan Selatan.
§ 1945-1957 : Banjarmasin sebagai
ibukota provinsi Kalimantan dengan gubernur Ir. H. Pangeran Muhammad Noor.
§ 9 November 1945 : Pertempuran di
Banjarmasin
§ 10 Nopember 1991 : Peresmian
Museum Wasaka oleh Gubernur Kalsel Ir. H. Muhammad Said
§ 23 Mei 1997 : Peristiwa Jumat
Kelabu/Jumat Membara, kampanye pemilu yang berakhir kerusuhan bernuansa SARA
(partai).
§ 2005 : Terpilihnya H. Ahmad Yudhi
Wahyuni Usman sebagai walikota untuk masa jabatan 2005-2009
§ 2010 : Terpilihnya H. Muhidin
sebagai walikota untuk masa jabatan 2010-2015
§ 2015 : Terpilihnya Ibnu Sina
sebagai walikota untuk masa jabatan 2016-2021
§ 2021 : Terpilihnya Kembali Ibnu
Sina sebagai walikota untuk masa jabatan 2012-2024
SUMBER : BAGIAN TATA PEMERINTAHAN KOTA
BANJARMASIN
PEMBAGIAN
ADMINISTRATIVE KECAMATAN BANJARMASIN SELATAN
Menurut UU Nomor 27 Tahun 1959 Tentang Penetapan UU
Darurat No. 3 Tahun 1953 Tentang Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II di
Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1953 No. 9), Sebagaimana Undang Undang yang
mana dengan sebutan Kabupaten Banjarmasin/Daerah Tingkat II Kotapraja
Banjarmasin.
Pada tahun 1974, Kecamatan Banjar Selatan terdiri 5
Desa:
1. Kelayan Barat I
2. Kelayan Barat II
3. Kelayan Timur
4. Pemurus
5. Mantuil
Perda Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun 2001 Tentang
Penataan daerah Kota Banjarmasin pada BAB II Penataan Pasal 2 Point d, yang
berbunyi Kecamatan Banjar Selatan
menjadi Kecamatan Banjarmasin Selatan dengan susunan sebanyak 11 Kelurahan
:
1.
Kelayan Selatan
2.
Kelayan Barat
3.
Kelayan Tengah
4.
Kelayan Timur
5.
Kelayan Dalam
6.
Pekauman
7.
Tanjung Pagar
8.
Murung Raya
9.
Pemurus Dalam
10. Pemurus
baru
11. Mantui
Menurut Perda Kota Banjarmasin Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Penetapan Kecamatan Banjarmasin Barat,
Kecamatan Banjarmasin Timur, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kecamatan Banjarmasin
Selatan dan Kecamatan Banjarmasin Tengah. Dimana Sekarang Kecamatan Banjarmasin
Selatan terdiri atas 12 kelurahan
:
2. Pemurus Baru
3. Murung Raya
10. Pekauman
11. Mantuil in
12. Basirih Selatan